BAB. 1 PEMBAHASAN
A)
TEKS AYAT DAN TERJEMAHANYA
QS.
AN-NISA’ (4) AYAT 105-109:
إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ
لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللَّهُ وَلا تَكُنْ لِلْخَائِنِينَ خَصِيمًا
(١٠٥)وَاسْتَغْفِرِ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا (١٠٦)وَلا تُجَادِلْ
عَنِ الَّذِينَ يَخْتَانُونَ أَنْفُسَهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ مَنْ كَانَ خَوَّانًا
أَثِيمًا (١٠٧)يَسْتَخْفُونَ مِنَ النَّاسِ وَلا يَسْتَخْفُونَ مِنَ اللَّهِ وَهُوَ
مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُونَ مَا لا يَرْضَى مِنَ الْقَوْلِ وَكَانَ اللَّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ
مُحِيطًا (١٠٨)هَا أَنْتُمْ هَؤُلاءِ جَادَلْتُمْ عَنْهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
فَمَنْ يُجَادِلُ اللَّهَ عَنْهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَمْ مَنْ يَكُونُ عَلَيْهِمْ
وَكِيلا (١٠٩)
TERJEMAHHANNYA:
105.
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran,
supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan
kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah),
karena (membela) orang-orang yang khianat.
106.
dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
107.
dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati
dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat
lagi bergelimang dosa,
108.
mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah,
Padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan
keputusan rahasia yang Allah tidak redlai. dan adalah Allah Maha meliputi
(ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.
109. Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang
berdebat untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini. Maka siapakah yang
akan mendebat Allah untuk (membela) mereka pada hari kiamat? atau siapakah yang
menjadi pelindung mereka (terhadap siksa Allah)?
B)
KATA KUNCI AYAT / MUFRADAD
الحق berasal dari kata حق, terdiri dari dua huruf yakni ha dan qaf.
Maknanya berkisar pada kemantapan
sesuatu dan kebenarannya.
Lawan dari yang batil/lenyap adalah Haq. Sesuatu yang “mantap dan tidak berubah”, juga dinamai haq,
demikian juga yang “mesti dilaksanakan”
atau “yang wajib”.
Pengacara/advokat
dalam kajian islam dapat disetarakan dengan al-mahamy yang dalam bahasa arab
berarti pengacara. Selain itu dalam bahasa inggris istilah advocat juga terkait
dengan kata kerja (verb) advocacy yang berarti: “suatu pekerjaan dalam bidang
konsultasi hukum dan bantuan hukum untuk membantu mereka yang membutuhkan
penyelesaian hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dalam bahasa arab
, pekerjaan advokat di sebut pula al-mahammah yang maknnya setara dengan kata
advocacy.[1]
Dalam hal
ini dapat menyangkut dengan tugas seorang pengacara atau advocad yang wajib membela kepentingan
masyarakat (public defender) dan kliennya. Advocad dibutuhkan pada saat
seseorang atau lebih anggota masyarakat menghadapi suatu masalah atau problem
di bidang hukum.[2]
C)
LATAR BELAKANG MUNCULNYA
AYAT/ASBABUL AL-NUZUL
Dalam suatu peperangan Rasulullah SAW bersama kaum
Anshar, tiba-tiba baju besi salah seorang diantara mereka dicuri. Si pemilik
baju besi ini menduga bahwa baju besi dicuri oleh salah seorang Anshar. Maka
datanglah pemilik baju besi itu kepada Rasulullah dan berkata, “sesungguhnya
Thu’mah bin Abiraq telah mencuri baju besiku.’ Tatkala Thu’mah bin Abiraq
melihat pengaduan si pemilik baju besi ini, maka dia mengambil baju besi, lalu
melemparkannya ke rumah seorang Yahudi yang tak bersalah.
Thu’mah bin Abiraq lalu berkata kepada kelompoknya, ‘Saya
kehilangan baju besi, lalu saya menemukannya di rumah si Fulan dan ia akan
ditemukan di sana.’ Maka mereka semua pun pergilah kepada Nabi SAW seraya berkata,
‘Hai Nabi Allah, sahabat kami Thu’mah bin Abiraq tidak berdosa. Yang memilki
baju besi itu si Fulan. Kami betul-betul mengetahuinya. Maka mintakanlah alasan
untuk teman kami kepada para pemimpin khalayak ramai, dan belalah dia, karena
jika dia tidak dilindungi Allah melalui engkau, niscaya binasalah dia.’
Maka Rasulullah SAW pun bangkit, lalu menyatakan dia tidak
bersalah, membelanya di depan para pemuka masyarakat. Sikap Nabi SAW yang
membela Thu’mah bin Abiraq tersebut tanpa mengetahui lebih dalam perkaranya,
menunjukkan bahwa tidak ada seorang pun yang mengetahui kegaiban (hal yang
tersembunyi, termasuk Rasulullah SAW, kecuali kegaiban yang diperlihatkan Allah
kepadanya, sehingga beliau dapat diperdaya oleh orang-orang yang bathil itu.
Lalu Allah SWT menegur tindakan Rasulullah SAW tersebut dengan menurunkan Surat
An-Nisaa’ ayat 105-107:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan
membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah
Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak
bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat (105), dan mohonlah ampun
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (106). Dan
janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi
bergelimang dosa (107),” (Q.S. An-Nisaa’ ayat 105-107).
Terhadap Thu’mah Abiraq dan kawan-kawannya yang datang kepada
Nabi SAW dan telah menyembunyikan kebohongannya, maka turunlahsurat An Nisaa’
ayat 108, yakni
“mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak
bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam
mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhai. Dan adalah Allah
Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.” (Q.S.
An-Nisaa’ ayat 108)
Maksudnya adalah orang-orang yang datang menemui Rasulullah SAW sambil
menyembunyikan kebohongannya berdalih guna membela pengkhianat, yaitu Thu’mah
bin Abiraq sebagai pencuri. Orang-orang yang datang menemui Rasulullah SAW
sambil menyembunyikan kebohongannya tentulah tidak dapat bersembunyi dari
Allah. Penggalan ayat 108 ini merupakan pengingkaran terhadap orang-orang
munafiq yang menyembunyikan berbagai bentuk kejelekannya dari penglihatan
manusia agar orang lain tidak membencinya, padahal mereka jelas terlihat oleh
Allah SWT, sebab Dia dapat melihat seluruh rahasia mereka.
Didalam buku lain yang saya baca
menceritakan latar belakang yang berbeda sebagai berikut: Dalam suatu riwayat
dikemukakan bahwa di antara keluarga serumah Bani Ubairiq, yaitu Bisyr dan
Mubasyir terdapat seorang munafiq yang bernama Busyair yang hidupnya melarat
sejak jahiliyyah. Ia pernah menggubah syiir untuk mencaci maki para shahabat
Rasullullah saw dan menuduh bahwa syiir itu ciptaan orang lain.
Adapun makanan orang melarat ialah korma
dan syair (semacam kacang-kacangan) yang didatangkan dari madinah. (sedangkan
makanan orang kaya ialah terigu)
Pada suatu ketika Rifa’ah Bin Zaid
(paman Qatadah) membeli terigu beberapa katung yang kemudian di simpan di
gudang tempat penyimpanan alat perang, baju besi dan pedang. Di tengah malam
gudang itu dibongkar orang dan semua isinya sicuri. Pada waktu pagi hari
Rifa’ah dating kepada Qatadah dan berkata “wahai anak saudaraku, tadi malam
gudang kita dibongkar orang, makanan dan senjata dicurinya”. Kemudian mereka
selidiki dan bertanya-tanya ke di sekitar kampong itu, ada orang yang
mengatakan bahwa semalam Bani Ubairiq menyalakan api, memasak terigu (makanan
orang kaya). Berkatalah Bani Ubairiq: “kami telah bertanya-tanya di kampong
ini, sem Allah kami yakin bahwa pencurinya adalah Labib Bin Sahl”. Labib Bin
Sahl terkelan seorang muslim yang jujur. Ketika Labib mendengar ucapan Ubairiq,
ia naik darah dan menarik pedangnya sambil berkata denganmarahnya: “engkau
tuduh aku mencuri?. Demi Allah pedang ini akan ikut campur berbicara, sehingga
terang dan jelas siapa si pencuri itu”. Banu Ubiriq berkata:”jangan berkata
kami yang menuduhmu, debenarnya bukanlah kamu pencurinya”. Maka berngkatlah
Qatadah dan Rifa’ahmeneliti dan bertanya-tanya di sekitar kampong itu sehinhha
yakin bahwa pencurinya adalah Bani Ubiriq. Maka berkatalah Rifa’ah:”wahai anak
saudaraku, bagaimana sekiranya engkau menghadap Rasullullah saw. Untuk
menerangkan hal ini?” maka berangkatlah Qatadah menghadap ARasullullah saw dan
menerangkan adanya sebuah keluarga yang tak bik di kampong itu, yaitu pencuri
makanan dan senjata kepunyaan pamannya, pamanya menghendaki agar senjatanya
saha yang dikembalikan, dan membiarkan makanan itu untuk mereka, maka
bersabdalah Rasullullah saw:”saya akan teliti hal ini.” Ketika Bani Ubiriq
mendengar hal itu, mereka mendatani salah seorang keluarganya yang bernama Asir
Bin ‘Uswah untuk menceritakan peristiwa itu. Maka berlumpulah orang-orang
sekampungnya serta menghadap Rasullullah saw, dan berkata:”wahai Rasullullah,
sesungguhnya Qatadah Bin Nu’man dan pamanya menuduh seorang yang baik diantra
kami, orang jujur dan lurus, yaitu menuduh mencuri tanpa bukti apa pun.
Kata Qatadah berhadapan dengan
Rasullullah saw, ia pun ditegur dengan sabdanya:”kau menuduh mencuri kepada
seseorang muslim yang jujur dan lurus tanpa bukti apa pun?.” Kemudian Qatadah
pulang untuk menceritakan hal itu kepada pamannya. Berkatalah Rifa’ah “ Allahul
musta’anu” (Allah tempat kita berlindung). Tak lama kemudian turun ayat ini
(QS. AN-NISA’ (4) AYAT: 105) sebagai teguran kepada Nabi saw berkenaan dengan
pembelaanya terhadap Bani Ubairiq, dan turunnya ayat ini (QS. AN-NISA’ (4)
AYAT: 106-114) berkenaan dengan ucapan Nabi saw terhadap Qatadah.
Setelah itu Rasullullah saw membawa
sendiri senjata yang hilang itu dan menyerahkannya kepada Rifa’ah, sedang
Buayair mengabdikan diri dengan kaum musyrukin dan menumpang pada Sullafah
Binti Sa’ad.[3]
D)
KORELASINYA DENGAN AYAT LAIN /
MUNASABAH AL-AYAT
QS. AL-ANFAL AYAT
58
وَإِمَّا تَخَافَنَّ مِنْ قَوْمٍ خِيَانَةً فَانْبِذْ
إِلَيْهِمْ عَلَىٰ سَوَاءٍ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْخَائِنِينَ
TERJEMAHNYA:
Dan jika kamu khawatir akan
(terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian
itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berkhianat. [4]
KATA KUNCI
Khiyanatan (pengkhianatan), yakni melanggar
perjanjian melalui tanda-tanda penghianatan yang tampak dari mereka.
Orang-orang yang berlaku khianat : Adalah orang-orang yang berlaku
khianat kepada Allah dan Rasul-Nya. Berlaku kianat apabila mereka diberi
kepercayaan baik amanah ilmiyah ataukah amanah-amanah lainnya dan lain
sebagainya. Mereka menyebarkan rahasia orang lain, mengakui sesuatu dengan dasar
kedustaan, berlaku curang dalam setiap interaksi mereka dan dalam setiap
perdaganan mereka. Mereka melanggar segala bentuk perjanjian, menyalahi setiap
kesepakatan yang telah mereka sepakati, dan mereka mereka menarik
kembali setiap janji-jani mereka. Orang-orang yang berlaku khianat adalah
orang-orang yang berlaku curang dalam setiap hukum, atau kepada rakyat dan
keluarga mereka dan kepada setiap bawahan mereka, Mereka seperti yang tercnatum
didalam sebuah hadits :
“ Sesungguhnya
sepeninggal kalian akan datang suatu kaum yang mereka berlaku khianat dan tidak
dapat dipercaya. Mereka bersaksi namun persaksian mereka tidak dapat
dipersaksikan , mereka bernadzar namun tidak menepatinya.” (Diriwayatkan oleh
al-Bukhari didalam Kitab asy-Syahadaat, bab. Laa Yasyhad ‘ala Syahadah juurin
idzaa Usyhida).
Pada sebuah hadits
disebutkan :
“ Barang siapa yang
mengisyaratkan kepada saudaranya suatu perkara, namun dia mengetahui kalau yang
lurus adalah selain perkara tersebut, sunguh dia telah berlaku khianat “ (Shahih Sunan Abu
Daud no. 3105).
Orang-orang yang
berlaku khianat adalah orang-orang yang menjadi penjaga saudara-saudara mereka,
karib kerabat, tetangga mereka pada keluarga dan istri-istri mereka, namun
mereka mengkhianatinya. Dan mengkhianati semua rekan-rekan kerja mereka atau
yang orang-orang yang mengerjakannya. Orang-orang yang berlaku khianat adalah
orang-orang yang menkhususkan doa hanya untuk diri mereka tanpa menyertakan
makmum, mereka melirik kepada kaum wanita, dan mengkhianati istri-istri mereka,
Dan juga kaum wanita yang mengkhianati suami-sumi mereka. Mereka berdusta
kepada orang lain disetiap perbincangan mereka padahal orang-orang selain
mereka yangmendengarkannya memebenarkan ucapan mereka.
Ayat 58 surat al-Anfal mengandung
makna bahwa jika kamu (Muhammad) khawatir terhadap kaum Yahudi yang mengadakan
perjanjian akan mengkhianati dan merusak perjanjian, karena kamu melihat
tanda-tanda jelas yang menunujuk kepadanya, maka tutuplah pintu pengkhianatan
itu sebelum terjadi, dengan melemparkannya kepada mereka dan memperingatkan
mereka bahwa kamu (Muhammad) tidak lagi terikat kepadanya, dan tidak
memperhatikan urusan mereka. Ini, hendaknya kamu (Muhammad) lakukan dengan cara
yang terang tanpa penipuan dan sembunyi-sembunyi.
E)
PENJELASAN AYAT DARI BERBAGAI
LITERATUR TAFSIR AL-QUR’AN / SYARH AL-AYAT
Dalam ayat-ayat Al-Qur’an surat
An-Nisa’ ayat 105-109 menjelaskan kepada kita agar dalam menegakkan kebenaran dan
ghirah selalu dengan menjujung tinggi keadilan dan tidak membela orang yang
salah.
Hal ini pertama kali tampak dalam
peringatan terhadap Rasullullah saw. Dengan diturunkannya Al-Qur’an kepada
beliau yang berisi tentang aturan atau dasar dalam mengadili diantara manusia
dengan apa yang telah diberitahukan atau diwahyukan Allah kepada beliau.
Diikuti dengan peringatan atau larangan
menjadi plembela orang-orang yang khianat, dan diarahkannya beliau supaya
memohon ampun kepada Allah atas pembelaan beliau terhadap orang yang khianat
itu.
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa
kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah
wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak
bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat. Dan
mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (an-Nisa’:
105-106)
Kemudian
diulangi lagi larangan ini dan diterangkan identitas orang-orang yang dibela
Rasullullah saw. Itu bahwa mereka adalah orang-orang yang mengkhianati dirinya
sendiri. Diterangkannya pula alasan pelarangan itu, yaitu karena Allah tidak
menyukai orang-orang yang suka berbuat khianat dan bergelimang dosa
dan janganlah kamu berdebat (untuk
membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa, (an-Nisa’: 107)
Secara
lahiriah, mereka mengkhianati orang lain, tetapi pada hakikatnya mereka
mengkhianati diri mereka sendiri. Sesungguhnya mereka telah mengkhianati jamaah
dan manhaj-nya serta prinsip-prinsip yang membedakannya dari orang lain. Mereka
juga mengkhianati amanat yang dibebankan kepada seluruh jamaah yang mereka termasuk
di dalamnya. Kemudian mereka mengkhianati diri mereka sendiri dalam bentuk yang
lain, yaitu menyodorkan diri mereka kepada dosayang kelak merekaakan
mendapatkanbalasannya yang amat buruk. Mereka akan dibenci Allahdan dijatuhi
hikuman karena dosa-dosa yang mereka lakukan itu.
Nah,
tanpa diragukan lagi tindakan ini merupakan pengkhianatan terhadap diri
sendiri. Bentuk ketiga pengkhianatan mereka terhadap diri mereka sendiri adalah
menodai dan mengotori jiwa mereka dengan melakukan persekongkolan, kebohongan,
dan penghianatan.
Ini
adalah hukuman yang lebih besar dari semua bentuk hukuman. Hukuman ini di
samping diancamkan kepada yang bersangkutan, juga diarahkan kepada yang lain,
karena orang-orang yang tidak disukai oleh Allah tidak boleh dibela oleh seorang pun. Allah membenci
mereka karena dosa dan pengkhianatan ini.
Identifikasi
dosa dan pengkhianatan ini diakhiri denganmemberikan gambaran yang menjijikkan
mengenai perilaku para pengkhianat yang suka berbuat dosa itu,
“mereka
bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal
Allah bederta mereka ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan
rahasia yang Allah tidak ridhai ...”
Ini
adalah gambaran yang menjijikkan dan penuh penghinaan. Menjijikkan karena apa
yang merekalakukan itu penuh dengan kelemahan dan kekacauan. Mereka
menyembunyikan tipu daya, persekongkolan jahat, dan pengkhianatan. Mereka
sebunyikan semua itu dari orang lain, padahal orang-orang lain itu tidak
berkuasa memberikan manfaat dan mudharat kepada mereka, sedangkan yang berkuasa
memberi manfaat dan mudharatituselalu menyertai mereka ketika mereka membuat
keputusan secara rahasia dan selalu mengaawasi mereka ketika mereka
menyembunyikan niat busuk mereka, pada waktu mereka berbuat dustayang tidak diridhai-Nya!
Nah, sikap apa lagi yang lebih menghinakan dan merendahkan dari pada sikap ini?
“... dan adalah
Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apayang mereka kerjakan.” (an-Nisa’:108)
Kalimat
ini dinyatakan secara mujmal “global” dan mutlak. Maka, ke manadan dimanasaja
mereka pergi dengan keputusa rahasianya itu, Allah selalu menyertai mereka.
Allah Maha Meliputi segala sesuatu, sedang mereka berada di bawah pengawasan
dan genggaman-Nya!
Ayat
berikutnya masih menunjukkan kebencian terhadap setiap orang yang membela
orang-orang yang suka berkhianat,
“Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang
berdebat untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini. Maka siapakah yang
akan mendebat Allah untuk (membela) mereka pada hari kiamat? atau siapakah yang
menjadi pelindung mereka (terhadap siksa Allah)?”
Ya
Allah, tidak ada pembeladan pelindung bagi mereka pada hari kiamat. Nah, untuk
apa gerabgab mereka membela orang-orang pengkhianat di dunia ini, sedangkan
tindakan ini tidak akan dapat membela diri mereka pada hari yang berat itu?.[5]
F)
ANALISIS PENAFSIRAN AYAT / QIRA’AH
AL-MUNTIJAH
Surat
AN-NISA’ (4) AYAT 105-109 mengandung pengartian bahwa kita tidak diperbolehkan
membela orang yang salah. Jika penulis mengimplementasikan ayat tersebut dengan
profesi seorang Advocat atau pengacara, akan timbullah pertannyaan tidak boleh
kah seorang pengacara
atau advocat membela klien yang bersalah?
Sebelum itu apa
itu profesi pengacara/advocat?, Kata advokat, secara etimologis
berasal dari bahasa latin advocare,
yang berarti to defend, to call to one’s aid to vouchor warrant. Sedangkan
dalam bahasa inggris advocate
berarti: to speakin favour of or depend
by argument, to support,indicate, or recommanded publicly.[6]
Sedangkan secara terminologis advokat adalah orang yang mewakili kliennya untuk
melakukan tindakan hukum berdasarkan surat kuasa yang diberikan untuk pembelaan
atau penuntutan pada acara persidangan di pengadilan atau beracara di pengadilan.
Menurut
sumber yang penulis baca, seorang seorang advokat wajib menerima dan “membela”
semua klien tanpa membeda-bedakan sesuai dengan KUHAP Pasal 54 sebagi berikut:
“Guna
kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum
dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap
tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini.”[7] telah menegaskan bahwa
tersangka/terdakwa memiliki hak untuk mendapatkan bantuan hukum pada setiap
tingkat pemeriksaan, Namun ketentuan yang bersifat fakultatif ini telah
dikritik sejak lama, karena tanpa seorang advokatpun yang mendampingi
tersangka/terdakwa, maka pemeriksaan tetap dapat dilanjutkan.
Selain
itu ketentuan inipun dalam tingkat penyidikan juga masih mendapat sorotan
karena menurut Pasal 115 KUHAP sebagai berikut:
“(1) Dalam hal penyidik
sedang melakukan pemeriksaan terhadap tersangka penasihat hukum dapat mengikuti
jalannya pemeriksaan dengan cara melihat serta mendengar pemeriksaan.
(2) Dalam hal kejahatan
terhadap keamanan negara penasihat hukum dapat hadir dengan cara melihat tetapi
tidak dapat mendengar pemeriksaan terhadap tersangka”[8]pendampingan seorang advokat
terhadap kliennya hanya terbatas pada melihat atau menyaksikan, atau
mendengarkan (within sight and within hearing) inipun masih dapat dibatasi jika
kasusnya tersangkut dengan keamanan negara, maka peran advokat untuk
mendampingi kliennya hanya terbatas untuk melihat saja (within sight).
Bantuan
hukum dapat berubah menjadi wajib, sebagaimana diatur dalam Pasal 56 KUHAP , jika sangkaan atau dakwaan
terhadap tersangka/terdakwa diancam dengan hukuman mati dan/atau hukuman lima
belas tahun atau lebih atau khusus bagi yang tidak mampu jika tindak pidana
yang dilakukan diancam dengan pidana 5 tahun atau lebih dan ia tidak mempunyai
penasihat hukum. Untuk itu, salah satu miranda rule dalam KUHAP adalah yang
diatur dalam Pasal 56 KUHAP sebagai berikut:
“(1)
Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih
atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau
lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan
pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat
hukum bagi mereka.
(2) Setiap penasihat
hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3), memberikan
bantuannya dengan cuma-cuma.”[9]. Jadi tugas advokat adalah memberi perlindungan dan bantuan
hukum kepada kliennya agar dalam berperkara dapat diperlakukan secara adil
sesuai hukum yang berlaku. Jadi salah kalau selama ini ada anggapan bahwa
advokat bertugas membebaskan klien dari jeratan hukum. Kalau bersalah ya
tetap bersalah dan dihukum, namun hukuman dan perlakuan hukum yang diterima
harus sepadan dengan perbuatannya, itulah prinsip keadilan yang arus dijunjung
tinggi.
BAB. 2 KESIMPULAN
Setelah penulis mengadakan
pembahasan terhadap masalah-masalah yang terdapat pada pokok bahasan dan
analisis terhadap larangan membela orang yang salah akhirnya penulis dapat
menarik kesimpulan bahwa seorang advokat dapat menerima dan “membela” semua
klien tanpa membeda-bedakan sesuai dengan Dalam KUHAP pasal 54 dan 56
KUHAP pasal 54 sebagai berikut:
“Guna
kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum
dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat
pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini.”
Dan KUHAP pasal 56
sebagai berikut:
“(1) Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau
didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman
pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang
diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat
hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam
proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka.
(2)
Setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam
ayat
(3),
memberikan bantuannya dengan cuma-cuma.”
Disebutkan di atas bahwa kewajiban advokat adalah
membela orang tanpa membeda-bedakan siapa orangnya dan kasus apa yang
dihadapinya. Apakah itu kasus pembunuhan, terorisme, narkotika, maupun korupsi.
Tetapi dalam “membela” klient dalam artian memberi perlindungan dan bantuan
hukum kepada kliennya agar dalam berperkara dapat diperlakukan secara adil
sesuai hukum yang berlaku, bukan membebaska klien yang bersalah dari jerat
hukum.
BAB. 3 DAFTAR PUSTAKA
1. Saleh,
K.H Qamaruddin. Asbabun Nuzul: latar
belakang historis turunnya ayat-ayat Al Qur’an. Bandung: Diponegoro. 1982
4. Rosyadi, Rahmad. Advokad
Dalam Perspektif Islam Dan Hukum Positif. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2003
5. Quthb, Sayyid. Tafsir
Fi Zhilalil Qur’an. Jakarta: Gema Insani Press. 2002
6. Kusnadi, Didi. Bantuan
Hukum Dalam Islam:profesi kepengacaraan dalam islam dan praktiknya di
lingkungan pengadilan.Bandung: Pustaka Setia. 2012
[1] Didi Kusnadi, Bantuan Hukum Dalam Islam: profesi
kepengacaraan dalam islam dan praktiknya di lingkungan pengadilan,(Bandung:
Pustaka Setia, 2012), hal.49.
[2] Rahmad Rosyadi,Advokat dalam perspektif islam & hukum
positif, (Jakarta:Ghalia Indonesia,2003), hal.84.
[3] K.H. Qamaruddin Saleh, Asbabun
Nuzul: latar belakang historis turunnya Ayat-ayat Al Qur’an,(Bandung:Diponegoro,1982),
hlm.160.
[4] http://tafsirq.com/8-al-anfal/ayat-58
[6] Rahmad Rosyadi, Advokat Dalam Perspektif Islam & Hukum
Positif, (Jakarta: Galia Indonesia, 2003), hal. 72
[7] http://www.kontras.org/uu_ri_ham/Kitab%20Undang-undang%20Hukum%20Acara%20Pidana_KUHAP.pdf
[8] http://www.kontras.org/uu_ri_ham/Kitab%20Undang-undang%20Hukum%20Acara%20Pidana_KUHAP.pdf
[9] http://www.kontras.org/uu_ri_ham/Kitab%20Undang-undang%20Hukum%20Acara%20Pidana_KUHAP.pdf
Assalamu'alaikum. Saya minta ijin share asbabun nuzul ini ya. Terima kasih.
BalasHapus